(Don’t) Stop Calling Me “Princess” Part 1

-Heechul’s POV-

Aku tak tahu ikatan yang menyatukan kami ini disebut apa. Bahkan kupikir dia juga tidak tahu. Ah, mungkin juga dia sama sekali tidak pernah terlalu memikirkannya, begitu juga aku. Kami biarkan ini mengalir begitu saja. Selama kami nyaman dengan keadaan yang begini, ya lanjutkan. Disebut teman? Kami bahkan jauh lebih dekat dari sahabat. Disebut saudara? Tidak pantas juga. Kekasih? Oh tentu saja bukan. Kami masih normal. Tapi hubungan kami selama ini lebih dari yang bisa kalian bayangkan—masih dalam konteks normal tentunya. Kami masih menyukai lawan jenis—meskipun tak jarang orang yang menjudge kami pasangan gay. Ah biarkan orang berpendapat apa, kami tak peduli. Toh kami yang menjalani, kami yang tahu sebenarnya. Soal popularitas? Meskipun banyak antifan yang menggembar-gemborkan bahwa kami gay, tapi lebih banyak ELF dan Petals yang akan mendukung kami dan membantu kami menyerang balik para antifan. Jadi buat apa terlalu dipikirkan? Karena itu aku sangat berterima kasih pada para ELF dan Petals yang terus setia mendukung kami selama ini. ^^

Kalian tahu siapa yang kusebut “dia”? Continue reading


Knowing Part 6

Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 | Part 5

“Membunuh secara perlahan. Dia membunuh hatinya perlahan…”

Sungmin berhenti sejenak, berusaha mengatur emosinya. Aku bisa merasakan kesedihannya di masa lalu terangkat kembali setelah dia bersusah payah menguburnya dalam-dalam. Aku menepuk bahunya perlahan tanda prihatin.

“Gwaenchana, biar kuteruskan,” katanya sambil tersenyum pahit.

“Aku tidak memaksamu…”

“Memang tidak. Tapi aku ingin kau tahu kebenarannya,” katanya mantap.

“Baiklah kalau begitu.”

Sungmin berkali-kali mengatur nafasnya sebelum meneruskan. “Kau tahu yang terjadi selanjutnya? Eunmi memutuskan hubungan kami. Aku tidak memungkiri aku sangat sedih waktu itu. Tidak mungkin tidak. Tapi itu bukan masalah bagiku. Yang jadi malasah adalah alasannya. Dia minta putus denganku demi bisa dekat dengan Siwon. Bisa kau bayangkan perasaanku saat itu yang dikhianati sedemikian rupa? Continue reading


Knowing Part 5

Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4

“Minji-ya, annyeong!” sapa sebuah suara ceria.

Siwon menatap keheranan ke arah Sungmin—pelaku yang memblokir pandanganku.

“Ah, annyeong Sungmin-ah,” aku menjawab sekadarnya.

“Lihat, foto yang kemarin sudah selesai dicetak,” katanya sambil menyerahkan beberapa lembar foto ke hadapanku.

“Oya?” aku sedikit tertarik dan menerima foto-foto itu.

“Mwo? Kapan kau memotretku sedang begini?” aku kaget melihat foto-fotoku ada beberapa buah dalam berbagai pose dan tatapanku tampak tidak fokus alias seperti sedang melamun—perasaan aku hanya minta foto sekali.

“Saat kau sedang bersiap. Aku sengaja memotretmu candid agar terkesan natural. Hehehe,” Sungmin malah cengengesan.

“Aish, lihat mukaku, memalukan!” Continue reading


Knowing Part 4

Part 1 | Part 2 | Part 3

Meskipun dia namja dan aku yeoja, tapi aku sudah lebih tinggi darinya, jadi langkahku lebih panjang. Akhirnya tanpa membuang waktu cukup lama aku bisa meraih bocah itu dengan menarik tasnya. Mungkin larinya terhambat karena membawa beban berat di punggungnya.

“Kenapa kau berlari?” tanyaku setengah berteriak sambil mencengkram pergelangan tangannya, takut dia kabur lagi.

“Hanya ingin saja, tidak boleh?” ujarnya menantang.

“Aish, kau masih kecil sudah belajar tidak sopan? Coba aku ingin lihat isi tasmu!”

“Sirheo! Siapa kau? Berhak apa ingin menggeledah tasku?” Continue reading


Knowing Part 3

Part 1 | Part 2

“Ayo turun, kita ke sana,” ajaknya setelah memarkirkan motor sambil melepas helm Arai RX7 RR4 hitamnya dan mencantelkannya di spion, lalu meraih belanjaan yang masih kubawa.

Dia berjalan mendahuluiku dan aku tak berusaha menyamai langkahnya—aku berjalan selangkah di belakangnya, tidak terlalu jauh untuk disebut penguntit. Sampai di bawah pohon terdekat Sungmin duduk di rumput dan mulai membuka belanjaannya. Aku hanya berdiri memandangnya takjub.

“Kenapa kau masih berdiri Minji-ya? Ayo duduk sini. Aku sudah sengaja membeli beberapa cemilan untuk kita nikmati. Nih eskrim untukmu,” katanya sambil mengulurkan satu mangkuk eskrim padaku.

“Ehm, gomawo,” kataku sambil menerima eskrim dari tangannya. “Tapi tadinya kukira kau mau menemui seseorang di sini.”

“Ani, aku hanya ingin ke sini saja bersamamu,” katanya sambil tersenyum. Continue reading


Knowing Part 2

Part 1

“Pertemuan berikutnya akan tes, jangan lupa belajar. Annyeong,” Rineul Sonsaeng akhirnya mengakhiri pelajaran Kimia, sekaligus pelajaran terakhir hari ini. Beliau dengan anggun melangkah keluar dari kelas.

“Ah andai aku mempunyai tubuh semampai seperti Rineul Sonsaeng,” gumamku sambil menatap pintu di mana Rineul Sonsaeng baru saja berlalu.

“Seperti kau segendut Kang Hodong saja,” timpal Siwon sambil membereskan buku-bukunya yang berserakan di meja.

“Kang Hodong itu bukan gendut, tapi besar,” balasku sambil ikut membereskan buku-buku.

“Sama saja. Aku duluan ya Minji-ya, annyeong,” kata Siwon sambil beranjak dan pergi begitu saja.

Aku menghela napas menatap kepergian Siwon. Kenapa aku tak berani untuk mengajaknya pulang bersama ya? Kita kan sahabat dekat, duduk sebangku pula. Ah, tapi kan rumah kami berbeda arah. Konyol juga kalau mengajaknya pulang bersama. Tapi setidaknya jalan bersama sampai gerbang sekolah juga kan lumayan? Continue reading


Knowing Part 1

Lagi dan lagi gelombang itu menyerangku. Menekan benakku dari berbagai arah. Campuran emosi orang-orang yang tak bisa kupahami. Rasanya aku tak bisa berpikir secara pribadi sekarang. Hey, aku bukan spons yang menyerap emosi orang-orang!

~~~

Aku terbangun tiba-tiba dari tidurku. Bukan karena ada kapur melayang ke kepalaku, tapi karena gelombang itu menyerang tiba-tiba dan menghentak benakku bahkan ketika aku sedang terlelap. Gelombang siapa itu sampai mengganggu tidurku?

Aku celingukan dengan mata masih merah karena tidur tadi. Tapi yang kudapati adalah tatapan semua mata teman sekelasku dan Dongju Sonsaeng lurus kepadaku. Aku menoleh dengan pandangan bertanya ke teman sebangkuku—Siwon.

“Bisa tolong jelaskan kembali apa yang baru saya jelaskan?” kata Dongju Sonsaeng memecah keheningan. Suaranya datar dan dalam, tanda beliau sedang murka. Omo… Continue reading


So Far Away (End)

Part 1

-Siwon’s POV-

Sudah tiga bulan tanpa kontak dari siapapun. Orang tuaku hanya datang saat aku sidang dan kami tidak banyak bicara. Seminggu lalu  beberapa teman yang masih peduli padaku datang memberi support dan sedikit nasihat. Sisanya, aku dilupakan. Terlebih Minrin yang sama sekali belum mengontakku lagi. Apa dia masih membenciku? Aku sangat kesepian di sini. Aku benar-benar menyesal telah mengkhianatinya selama ini. Minrin~a jenguklah aku, aku sangat merindukanmu…

“Choi Siwon, ada tamu untuk anda,” seorang polisi datang dan membukakan pintu sel untukku.

Aku tersenyum lebar, seakan hukumanku dipotong beberapa tahun. Apakah akhirnya Minrin datang karena telah memaafkanku?

Ketika sampai di ruangan untuk bertemu, aku sedikit kecewa karena tidak melihat Minrin di sana, melainkan orang tuanya. Tapi masih lebih baik karena akhirnya ada juga kerabat yang datang. Continue reading


So Far Away Part 1

-Siwon’s POV-

“Yeobo…” kudengar sayup-sayup ada yang memanggilku. Kedengarannya seperti dari ujung lain duniaku berada saat ini.

“Jagiya,” suara itu memanggil lagi. Kali ini terdengar sedikit mendesak, dan lebih dekat.

“Ya~! Mau sampai kapan kau tertidur seperti sapi begitu?” teriak Minrin di telingaku. Kesadaranku langsung datang seketika.

Aku melihat ke arahnya dengan tampang kusut—antara kesal dan mengantuk. Rupanya Minrin sedang merekamku dengan handycam dan dia cekikikan menahan geli. Huh dasar istriku ini.

“Aish kau apa-apan yeobo, matikan kameranya. Bisa rusak image seorang Choi Siwon kalau ada yang melihat rekamanku saat tertidur,” kataku sambil berusaha merebut handycam itu darinya. Continue reading


Strong Heart Part 7

Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 | Part 5 | Part 6

Omo, perbuatan siapa itu? Aku benar-benar ketakutan sekarang. Ya Tuhan, lindungi kami berdua… [-o< Jangan jadikan cerita romantis ini jadi cerita horor atau tragis… *ha?

“Ya~! Siapa itu?” teriak Hyuk Jae.

Hening, tak ada yang menjawab.

“Ayo kita cari saklar lampu,” katanya sedikit menarikku. Tapi kaki ini tak mau bergerak.

“Sudahlah yeobo, ada aku kan, kau tak usah takut…” dia berusaha menenangkanku.

Tapi yang terjadi selanjutnya benar-benar membuat sport jantung. Semua terjadi begitu tiba-tiba, tanpa aba-aba, dan tanpa peringatan. *sama aja ya? ==a

Teriakan membahana memekakkan telinga, disusul suara terompet, dan lampu akhirnya menyala—itu satu-satunya hal yang kusyukuri. Continue reading